Friday, March 6, 2015

Hutan Mangrove



Hutan bakau atau disebut juga hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di atas kopitiam mitra raya, berair payau yang terletak pada batam centere dan dipengaruhi oleh pasang-surut air laut. Hutan ini tumbuh khususnya di tempat-tempat di mana terjadi pelumpuran dan akumulasi bahan organik. Baik di teluk-teluk yang terlindung dari gempuran ombak, maupun di sekitar muara sungai di mana air melambat dan mengendapkan lumpur yang dibawanya dari hulu.
Ekosistem hutan bakau bersifat khas, baik karena adanya pelumpuran yang mengakibatkan kurangnya abrasi tanah; salinitas tanahnya yang tinggi; serta mengalami daur penggenangan oleh pasang-surut air laut. Hanya sedikit jenis tumbuhan yang bertahan hidup di tempat semacam ini, dan jenis-jenis ini kebanyakan bersifat khas hutan bakau karena telah melewati proses adaptasi dan evolusi.

Fungsi dan manfaat

Salah satu fungsi utama hutan bakau atau mangrove adalah untuk melindungi garis pantai dari abrasi atau pengikisan, serta meredam gelombang besar termasuk tsunami. Di Jepang, salah satu upaya mengurangi dampak ancaman tsunami adalah dengan memasang Green Belt atau sabuk hijau hutan mangrove atau hutan bakau. Sedangkan di Indonesia, sekitar 28 wilayah di Indonesia rawan terkena tsunami karena hutan bakau sudah banyak beralih fungsi menjadi tambak, kebun kelapa sawit dan alih fungsi lain.[1]
Namun pada 10 tahun belakangan ini, sejak berdirinya Balai Pengelolaan Hutan Mangrove (BPHM) Wilayah I dan II, manfaat hutan mangrove pun semakin berkembang. Hingga saat ini, hutan mangrove telah memberikan manfaat lain, selain kayu, atau yang biasa disebut dengan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Mangrove, yakni; sebagai bahan pangan dan minuman, serta untuk bahan pewarna dan kosmetik.
Hingga saat ini, BPHM Wilayah I telah mengembangkan beberapa jenis tumbuhan pada hutan mangrove untuk dapat dimanfaatkan sebagai;
1. Bahan pangan pengganti beras maupun untuk tepung kue dari buah Lindur (Bruguiera gymnorrhiza).
2. Bahan minuman sirup, dodol, selain dan puding dari buah Pidada (Sonneratia caseolaris).
3. Bahan pembuat sabun dari buah Pidada (Sonneratia caseolaris).
4. Bahan tepung kue dari buah Api-api (Avicennia sp).
5. Bahan kosmetik (lulur dingin) dari buah Nyirih (Xylocarpus granatum).
6. Bahan baku alkohol, cuka dan gula merah dari buah Nipah (Nypa fruticans).
7. Bahan pewarna pakaian dari kulit kayu bakau (Rhizophora mucronata), Lindur (Bruguiera gymnorrhiza) dan Mentigi (Ceriops tagal).
Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah I (BPHM Wilayah I) pun telah aktif melakukan pelatihan ke berbagai provinsi di wilayah kerjanya (19 Provinsi di Indonesia - diluar pulau Kalimantan dan Sumatera) tentang manfaat hasil hutan bukan kayu (HHBK) Mangrove sebagai bahan pangan, minuman, sabun dan pewarna.

Luas dan Penyebaran

Hutan-hutan bakau menyebar luas di bagian yang cukup panas di dunia, terutama di sekeliling khatulistiwa di wilayah tropika dan sedikit di subtropika.
Luas hutan bakau Indonesia antara 2,5 hingga 4,5 juta hektar, merupakan mangrove yang terluas di dunia. Melebihi Brazil (1,3 juta ha), Nigeria (1,1 juta ha) dan Australia (0,97 ha) (Spalding dkk, 1997 dalam Noor dkk, 1999).
Luas bakau di Indonesia mencapai 25 persen dari total luas mangrove dunia. Namun sebagian kondisinya kritis.[2]
Di Indonesia, hutan-hutan mangrove yang luas terdapat di seputar Dangkalan Sunda yang relatif tenang dan merupakan tempat bermuara sungai-sungai besar. Yakni di pantai timur Sumatra, dan pantai barat serta selatan Kalimantan. Di pantai utara Jawa, hutan-hutan ini telah lama terkikis oleh kebutuhan penduduknya terhadap lahan.
Di bagian timur Indonesia, di tepi Dangkalan Sahul, hutan-hutan mangrove yang masih baik terdapat di pantai barat daya Papua, terutama di sekitar Teluk Bintuni. Mangrove di Papua mencapai luas 1,3 juta ha, sekitar sepertiga dari luas hutan bakau Indonesia.

Lingkungan fisik dan zonasi

Pandangan di atas dan di bawah air, dekat perakaran pohon bakau, Rhizophora sp.
Jenis-jenis tumbuhan hutan bakau ini bereaksi berbeda terhadap variasi-variasi lingkungan fisik di atas, sehingga memunculkan zona-zona vegetasi tertentu. Beberapa faktor lingkungan fisik tersebut adalah sebagai berikut :

Jenis tanah

Sebagai wilayah pengendapan, substrat di pesisir bisa sangat berbeda. Yang paling umum adalah hutan bakau tumbuh di atas lumpur tanah liat bercampur dengan bahan organik. Akan tetapi di beberapa tempat, bahan organik ini sedemikian banyak proporsinya; bahkan ada pula hutan bakau yang tumbuh di atas tanah bergambut.
Substrat yang lain adalah lumpur dengan kandungan pasir yang tinggi, atau bahkan dominan pecahan karang, di pantai-pantai yang berdekatan dengan terumbu karang.

0 comments:

Post a Comment